SwaraMalut.com HALUT- Kekerasan online semakin marak di kalangan anak dan remaja. Tidak jarang, kasus ini menimbulkan trauma dan kerugian yang mendalam bagi korban. Menyadari hal itu, sekelompok mahasiswa Universitas Halmahera (Uniera) yang tergabung dalam Program Kreativitas Mahasiswa-Pengabdian kepada Masyarakat (PKM-PM) turun tangan dengan menghadirkan solusi nyata melalui program literasi digital di SMP Rahai Tobelo, Desa Gosoma, Kecamatan Tobelo, Kabupaten Halmahera Utara.
Tim yang menamakan diri The Resilience Team ini menggelar tiga rangkaian sosialisasi sejak Juli hingga September 2025. Materinya mencakup jenis-jenis serta dampak kekerasan online, pemahaman Undang-Undang (UU) ITE dan UU Perlindungan Anak, hingga pengenalan resilience bagi siswa. Menariknya, pada sesi terakhir, siswa diajak berlatih melalui game interaktif yang dirancang untuk mengajarkan ketahanan digital dengan cara yang menyenangkan.
Ketua tim, Delfina Lenge, mengatakan bahwa PKM-PM hadir sebagai bentuk kepedulian mahasiswa terhadap masalah sosial yang ada di sekitar. “Kami ingin membekali siswa agar lebih bijak menggunakan internet dan tangguh menghadapi tantangan digital. Ini bukan sekadar teori, tapi bekal hidup bagi mereka di dunia maya,” ujarnya.
Pandangan itu diamini oleh Mita Novitasari Selong, salah satu anggota tim, yang menekankan bahwa mahasiswa harus menjadi pelopor perubahan. “PKM-PM bertujuan menyelesaikan masalah di sekitar kita. Mahasiswa dituntut menjadi pemberi solusi, bukan sekadar penonton,” katanya.
Kegiatan ini mendapat sambutan positif dari para guru dan siswa. Ibu Olla, salah satu guru SMP Rahai Tobelo, menuturkan pihaknya sangat tertarik dengan materi yang disampaikan. “Anak-anak dibekali pengetahuan digital sehingga mereka bisa mengontrol, mengenal, dan memahami dampak positif maupun negatif dari media sosial,” ucapnya.
Sementara itu, Calista Abduh berharap program ini mampu mengubah perilaku siswa. “Kami ingin mereka tidak hanya memahami dampak kekerasan online, tapi juga mampu mengontrol emosi agar tidak menjadi pelaku,” jelasnya.
Hal ini dirasakan langsung oleh para siswa. Joan, salah satu peserta, mengaku kini lebih berhati-hati saat berinternet. “Saya jadi tahu cara melindungi data pribadi, mengenal ciri kekerasan online, dan belajar pentingnya resilience di dunia maya agar tidak mudah terpengaruh isu-isu yang beredar,” ujarnya.
Sementara Julie Tunang dari Prodi Hukum menekankan aspek perlindungan anak. Ia menjelaskan bahwa UU ITE dan UU Perlindungan Anak memberi ruang aman bagi siswa. “Intinya, mereka punya hak untuk didampingi tanpa diadili,” tegasnya.
Pemaparan itu semakin dikuatkan oleh Maysee Lantaka, yang membawakan materi tentang ketahanan digital. Ia mengingatkan bahwa online resilience bukan berarti tak pernah jatuh. “Online resilience adalah tentang bagaimana kita tahu cara bangkit dengan lebih kuat, lebih cerdas, dan lebih sadar,” pesannya.
Pernyataan itu sejalan dengan pengalaman Dean, salah satu siswa, yang mengaku mendapat wawasan baru. “Saya sekarang paham bahwa resilience sangat penting untuk membantu saya menghadapi, mengatasi, dan pulih dari hal-hal negatif di dunia digital,” katanya.
Kegiatan ini diketuai oleh Delfina Lenge dengan anggota Mita Novitasari Selong, Calista Abduh, Maysee Lantaka, dan Julie Tunang, serta dibimbing oleh dosen pendamping Jonherz Stenly Patalatu, S.Pd., M.A. Inisiatif ini menjadi bukti nyata kontribusi mahasiswa Universitas Halmahera dalam menjawab tantangan masyarakat, khususnya membekali generasi muda dengan ketahanan digital agar lebih siap menghadapi dunia maya yang kompleks.#jojo