banner 140x600
banner 140x600
OPINI & POLITIKUncategorized

Kerusakan DAS : Studi Kasus dan Tanggung Jawab Multi-Pihak dalam Proyek Konstruksi di Maluku Utara

491
×

Kerusakan DAS : Studi Kasus dan Tanggung Jawab Multi-Pihak dalam Proyek Konstruksi di Maluku Utara

Share this article

M. Sudarwin Hasyim. ST.,MT. Dosen Teknik Sipil universitas Bumi Hijrah Tidore._ saat ini sedang melanjutkan Doktoral (S3) Ilmu Teknik Sipil (Manajemen Konstruksi) di Universitas Brawijaya Malang.

Isu Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah krisis lingkungan dan sosial-ekonomi yang mendesak, terutama di wilayah kepulauan seperti Maluku Utara yang kaya sumber daya alam namun rentan terhadap eksploitasi yang tidak berkelanjutan. DAS berfungsi sebagai unit hidrologis esensial yang menopang kehidupan, menyediakan air bersih, dan mencegah bencana (Kodoatie, 2017). Kerusakan di hulu DAS—seringkali diakibatkan oleh aktivitas pengambilan material alam seperti batu dan pasir untuk proyek konstruksi—secara langsung menurunkan kapasitas ekosistem, memicu erosi, sedimentasi, banjir, dan kelangkaan air.

Pemerintah telah mengatur perlindungan DAS melalui berbagai regulasi, yang menegaskan pentingnya isu ini. Di antaranya adalah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Regulasi ini secara eksplisit mengamanatkan perlindungan daya dukung dan daya tampung DAS, serta memberikan sanksi bagi tindakan yang menyebabkan kerusakan sumber daya air.

Konflik Kepentingan dan Kelalaian Manajemen

Di Maluku Utara, lonjakan proyek konstruksi infrastruktur, salah satunya seperti pembangunan talud penahan ombak (breakwater) yang vital untuk mitigasi bencana pantai, secara ironis dapat memicu kerusakan lingkungan di tempat lain—yaitu DAS—melalui praktik pengadaan material alam (batu, pasir) yang tidak terkontrol. Kasus ini menyoroti adanya konflik kepentingan jangka pendek vs. keberlanjutan lingkungan dan, yang lebih krusial, kelalaian sistemik dalam manajemen konstruksi terkait subkontrak.

Argumen dan Analisis Multi-Pihak

1. Regulasi Subkontrak Material Alam dan Kepatuhan Hukum:

Pengadaan material alam seperti batu dan pasir, meskipun sering dianggap sebagai pekerjaan penunjang, tetap terikat pada kerangka hukum yang ketat dalam proyek konstruksi. Secara administrasi dan teknis, kontraktor utama wajib memastikan bahwa seluruh mata rantai pasokannya, termasuk subkontraktor material, mematuhi spesifikasi teknis proyek dan perizinan lingkungan yang berlaku (Soenarno, 2008).

Dasar regulasi hukum merujuk pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi (UUJK) yang menegaskan bahwa kontraktor utama tidak dapat mengalihkan pekerjaan utama dan tetap bertanggung jawab penuh atas bagian pekerjaan yang disubkontrakkan. Jika subkontrak material alam (yang melibatkan kegiatan pertambangan galian C) menyebabkan kerusakan DAS, maka pelanggaran ini bukan hanya sekadar teknis, tetapi juga masuk ranah Hukum Lingkungan (UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup).

2. Tanggung Jawab Hukum dan Manajemen Bukan Hanya Subkontraktor

Dalam kasus kerusakan DAS yang dilakukan oleh pihak subkontrak material alam, pertanyaan mendasar adalah: siapa yang bertanggung jawab?

Tanggung jawab tidak dapat sepenuhnya dilimpahkan hanya kepada pihak yang disubkontrakkan. Prinsip dalam manajemen kontrak konstruksi dan hukum lingkungan adalah tanggung jawab berjenjang dan berlapis:

  • Kontraktor Utama (Pelaksana): Bertanggung jawab utama (ultimate responsibility) atas keseluruhan pelaksanaan kontrak, termasuk memastikan subkontraktor memiliki izin yang sah dan beroperasi sesuai kaidah lingkungan. Kelalaian kontraktor terjadi ketika mereka mensubkontrakkan tanpa pengawasan teknis dan administratif yang memadai—sebuah risiko manajemen yang fatal (Hendricks & Badiani, 2014).
  • Konsultan Supervisi (Pengawas): Memiliki tanggung jawab untuk melakukan pengawasan teknis dan kualitas secara berkelanjutan. Kelalaian muncul jika mereka gagal mendeteksi dan menghentikan sumber material yang berasal dari praktik ilegal atau merusak DAS.
  • Owner (Pemilik Proyek/Pengguna Jasa): Bertanggung jawab atas ketersediaan lokasi dan perizinan proyek. Dalam konteks lingkungan, Owner bertanggung jawab memastikan proyeknya tidak menimbulkan kerugian bagi pihak lain (misalnya masyarakat penerima manfaat) akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh rantai pasoknya (Santosa, 2006).
  • Pihak Subkontraktor Material: Bertanggung jawab langsung atas perbuatan yang menyebabkan kerusakan DAS.
  • Penerima Manfaat Langsung: Walaupun tidak memiliki tanggung jawab hukum atas kerusakan, mereka memiliki peran kontrol sosial dan berkepentingan untuk memastikan keberlanjutan.

3. Kelalaian Pengawasan sebagai Akar Masalah

Fakta bahwa kegiatan subkontraktor (pengambilan material) merusak DAS mengindikasikan adanya kelalaian ganda:

  1. Kelalaian Kontraktor Utama: Kegagalan menerapkan sistem manajemen rantai pasok yang berkelanjutan dan sistem pengawasan administratif untuk memverifikasi legalitas dan lokasi penambangan material subkontraktor.
  2. Kelalaian Konsultan Supervisi: Kegagalan fungsi pengawasan yang seharusnya mencakup verifikasi sumber material “from cradle to gate” (dari sumber hingga lokasi proyek) untuk memastikan kepatuhan lingkungan.

Ini adalah cerminan dari kegagalan penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK) dan Manajemen Mutu yang mencakup aspek lingkungan secara holistik, bukan hanya di lokasi proyek utama.

Solusi Kongkrit Tinjauan Manajemen Konstruksi

Untuk mengatasi isu kerusakan DAS akibat proyek konstruksi di Maluku Utara, perlu diterapkan solusi yang terintegrasi dari perspektif Manajemen Konstruksi:

1. Integrasi Manajemen Rantai Pasok Berkelanjutan (MRPB):

  • Pra-Konstruksi: Wajibkan Owner dan Kontraktor untuk menyertakan Sertifikat Sumber Material Legal dan Bersih Lingkungan dalam dokumen penawaran dan kontrak. Kontraktor harus melakukan audit pemasok untuk material galian C.
  • Owner dan Konsultan: Wajib menolak material yang tidak disertai bukti perizinan penambangan yang sah dan lokasi penambangan yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) serta tidak berada di zona konservasi DAS.

2.Penerapan Environmental Management System (EMS) yang Holistic:

  • EMS (seperti ISO 14001) harus diperluas tanggung jawabnya hingga ke aktivitas subkontraktor di luar lokasi proyek. Kontraktor utama harus menunjuk Koordinator Lingkungan Khusus untuk memantau aktivitas subkontrak material alam.

3. Klausul Kontrak Berbasis Kinerja Lingkungan:

  • Kontrak subkontrak harus mencantumkan sanksi denda progresif dan pemutusan kontrak jika terbukti merusak lingkungan. Kontraktor utama menahan persentase pembayaran (retensi) untuk memastikan kepatuhan lingkungan (Munir, 2018).

4. Sistem Pengawasan Berbasis Teknologi (Sistem Informasi Geografis/SIG):

  • Owner/Konsultan harus menggunakan teknologi seperti pemetaan satelit dan drone untuk memverifikasi lokasi pengambilan material subkontraktor secara real-time terhadap peta zona konservasi DAS. Ini meminimalkan kelalaian pengawasan di lapangan

Kerusakan DAS di Maluku Utara akibat subkontrak material konstruksi adalah kegagalan manajemen konstruksi dalam menegakkan tanggung jawab lingkungan. Penyelesaian isu ini menuntut akuntabilitas kolektif dari semua pemangku kepentingan: Owner menetapkan standar, Kontraktor Utama menjamin kepatuhan subkontrak, dan Konsultan Supervisi melakukan pengawasan yang komprehensif.

Sebagai Putra Daerah yang berfokus pada Manajemen Konstruksi, Saya berpandangan, kunci utama adalah penekanan pada asas Good Governance in Construction. Kontraktor harus diperlakukan tidak hanya sebagai pelaksana teknis, tetapi juga sebagai entitas yang bertanggung jawab secara ekologis. Kegagalan kontraktor mensubkontrakkan kepada pihak yang merusak DAS, tanpa pengawasan teknis dan administrasi yang memadai, adalah pelanggaran etika profesi dan kelalaian kontraktual.

Tanpa penegasan dan penegakan hukum yang tegas terhadap prinsip tanggung jawab berlapis ini, proyek-proyek infrastruktur yang dimaksudkan untuk pembangunan akan terus meninggalkan jejak kerusakan lingkungan yang memiskinkan wilayah di masa depan. Manajemen Konstruksi modern harus bergeser dari sekadar on-time dan on-budget menuju tanggung jawab sustainable—membangun tanpa merusak rumah kita sendiri. #red

banner 336x280 banner 336x280 banner 336x280 banner 336x280 banner 336x280
banner 336x280

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!