Penulis: Lidiya Laurensya Laluba, Yohanes F. M. Tehuayo, Ari Permatasari, Lona Hoata, Marselina Diaz
SwaraMalut.com HALUT- Bullying di kalangan remaja merupakan masalah sosial dan psikologis yang serius. Korban mengalami dampak negatif seperti rendahnya harga diri, stres, hingga gangguan perkembangan sosial dan emosional.
Ada banyak penelitian mengenai bullying, antara lain oleh Syamsul, T. D., dkk, (2024) yang berfokus pada Hubungan antara Bullying dengan kejadian bunuh diri. Penelitian ini menyoroti korelasi antara bullying dengan risiko bunuh diri pada korban.
Hasil kajian menunjukkan bahwa tindakan perundungan, baik secara fisik maupun psikologis, dapat meningkatkan kerentanan korban untuk mengalami stres berat hingga memicu pikiran dan percobaan bunuh diri. Penelitian oleh Kamilla, R. S. (2025) Tentang Dampak Bullying Terhadap Gangguan Kesehatan Mental Siswa.
Fokus penelitian ini adalah pada dampak bullying terhadap kesehatan mental siswa. Bullying terbukti memunculkan gejala gangguan seperti depresi, kecemasan, hingga penurunan rasa percaya diri.
Penelitian ini menekankan perlunya dukungan psikososial bagi siswa yang menjadi korban. Penelitian serupa oleh Putra, O., dkk. (2025) yang berfokus pada analisis Sistematis Dampak School Bullying terhadap Perkembangan Sosial Remaja melalui Tinjauan Literatur.
Melalui analisis sistematis (systematic review), penelitian ini mengulas berbagai literatur tentang dampak school bullying terhadap perkembangan sosial remaja. Hasilnya menunjukkan bahwa korban bullying cenderung mengalami hambatan dalam berinteraksi sosial, sulit membangun hubungan sehat, serta berisiko terisolasi dalam lingkungan sosialnya.
Peneliti lain Wibowo, H., dkk (2021) yang berfokus pada fenomena perilaku bullying di sekolah. Penelitian ini membahas fenomena perilaku bullying di sekolah, dengan menyoroti bentuk-bentuk bullying (fisik, verbal, maupun cyberbullying), faktor penyebab, serta dampak yang dialami oleh korban.
Peneliti menekankan pentingnya peran guru, sekolah, dan keluarga dalam mencegah serta menangani kasus bullying. Karena itu, upaya pencegahan yang efektif perlu juga menggali sumber-sumber budaya lokal yang dapat menjadi dasar moral dan etika remaja agar mampu menolak dan mencegah bullying. Salah satu falsafah budaya yang potensial adalah Hibualamo, yang berasal dari budaya orang Tobelo Halmahera Utara, Maluku Utara.
Nilai-nilai Budaya Hibualamo
Hibualamo atau “Rumah Besar” adalah rumah adat yang bukan sekadar bangunan tetapi simbol “rumah besar”, “tempat bersama”, dan “rumah orang bersaudara” (ngone o’Ria Dodoto). Hibualamo bukan sekedar bangunan mati atau fisik saja namun memiliki makna dan nilai-nilai yang dalam yang mampu membawa setiap orang yang hidup didalamnya dalam kehidupan yang penuh persaudaraan yang aman, damai, dan tentram , Menurut Johanes Namotemo.
Simbol Hibualamo adalah Octagon, yakni segi Delapan sebagai manifestasi bentuk fondasi atau bentuk bidang Rumah Adat Hibualamo. Rumah adat ini memiliki delapan sisi atau delapan bidang. Hal ini dapat dimaknai sebagai pandangan hidup yang terbuka dalam kebersamaan untuk menerima setiap orang atau kaum yang datang dari berbagai penjuru semesta sesuai arah delapan mata angin. Karenanya, semboyan Hibualamo sebagai ungkapan tekad pemersatu dalam keragaman. Hibualamo dimaknai sebagai Rumah Kita Bersama, Menurut Hein Namotemo.
Falsafah Hibualamo mendasari kehidupan bersama dengan nilai-nilai seperti:
Nanga Tau Mahirete, rumah kita bersama, atau solidaritas.
Ngone O’Ria Dodoto, rumah orang bersaudara, atau persaudaraan yang universal, Menurut Johanes Namotemo.
Lima nilai dasar yang sangat melekat dalam kehidupan setiap orang yang tinggal didalam perkumpulan atau rumpun Hibualamo, yaitu: O’dora (saling mengasihi), O’hayangi (saling baku sayang), O’Baliara (saling peduli), O’adili (keadilan), dan O’tiai (kebenaran)
Nilai-nilai ini menjadikan Hibualamo sebagai kerangka etika dan moral yang kuat untuk membangun hubungan sosial, mendorong keadilan, rasa peduli dan kasih sayang dalam kehidupan persaudaraan,yang melambangkan Hibualamo sebagai Rumah Bersama atau Rumah besar untuk semua orang.
Bagaimana Hibualamo Berpotensi Mencegah Bullying
1. Memupuk Empati dan Kepedulian Antar Individu
Nilai O’dora, O’hayangi, dan O’Baliara secara langsung berkaitan dengan empati atau kemampuan merasakan apa yang orang lain rasakan, ingin menolong, dan peduli terhadap kesejahteraan orang lain. Remaja yang dibesarkan dengan penghayatan nilai-nilai ini lebih mungkin untuk memahami dampak bullying dan menolak ikut serta atau membiarkannya.
2. Mendorong Rasa Persaudaraan dan Solidaritas
Falsafah “rumah orang bersaudara” dan “rumah bersama” menekankan bahwa setiap orang bagian dari satu komunitas besar. Ini dapat mengurangi perasaan “yang lain”, “asing”, atau pemisahan kelompok yang kerap dipakai sebagai dasar bullying (misalnya, memandang korban sebagai orang yang berbeda, inferior, outsider). Persaudaraan mengajak remaja melihat teman sebagai bagian dari keluarga sosial, sehingga bullying menjadi tindakan yang bertentangan dengan nilai budaya.
3. Menegakkan Keadilan dan Kebenaran
Nilai O’adili (keadilan) dan O’tiai (kebenaran) menyediakan landasan moral bahwa perlakuan tidak adil, pelecehan, diskriminasi atau kekerasan tidak bisa dibenarkan. Remaja diajarkan bahwa tindakan bullying adalah penyimpangan dari kebenaran dan keadilan. Ini dapat menjadi tameng internal atau norma dalam diri individu dan komunitas yang menolak bullying.
4. Institusi Sosial sebagai Penegak Nilai Hibualamo
Rumah adat Hibualamo secara historis menjadi tempat berkumpul untuk menyelesaikan masalah dengan aturan adat, membicarakan kepentingan bersama, identitas, dan Keputusan bersama. Peran ini bisa diadaptasi di sekolah, keluarga, organisasi pemuda sebagai forum dialog, musyawarah (diskusi komunitas), untuk membahas isu bullying, membangun kesepakatan norma, dan memberikan sanksi sosial terhadap bullying.
5. Revitalisasi dan Pendidikan Nilai Budaya
Ada penelitian yang menunjukkan teknik pembelajaran seperti ethnodrama yang mengangkat nilai-nilai Hibualamo dapat menanamkan nilai-nilai budaya seperti O’dora, O’hayangi, O’Baliara, O’adili, O’tiai dalam diri calon guru. Selain itu, pengembangan spiritualitas masyarakat Hibualamo juga diidentifikasi sebagai unsur penting dalam pembentukan karakter (Zain Syaifudin Nakrowi,2018).#jojo