Swaramalut.com – Sofifi
Pasca inseden pelantikan pejabat eselon II Pemprov Malut yang melibatkan Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Utara mendapat respon dari LSM Haleyora dan sejumlah masyarakat Sofifi.
Berdasarkan rilis dan pernyataan sikap bersama yang dikirim ke media ini, Minggu(22/03/2020) menyebutkan sumber persoalan ini muncul akibat lemahnya komunikasi antara BKD dengan Gubernur dan Wakil Gubernur.
“Kami menilai insiden saat pelantikan itu tidak akan terjadi kalau BKD mampu mengkomunikasikan secara baik dan tuntas dengan wakil Gubernur”, kata Yusri Arsad Ketua LSM Halemayora.
menurutnya ini adalah akumulasi dari berbagai persoalan miss komunikasi yang ada di Pemerintahan AGK-YA. Oleh karenanya sejumlah masyarakat sofifi, karang Taruna Guraping dan LSM Halemayora menganggap penting untuk menyampaikan pernyataan sikap kepada Gubernur Maluku Utara terkait kisruh yang terjadi beberapa waktu lalu itu. Pernyataan sikap bersama yang diterima redaksi antara lain menyatakan:
1. Pelaksanaan pelantikan pejabat eselon II di lingkup Pemerintah Maluku Utara baru-baru ini yang dilaksanakan di Kota Ternate menunjukkan tidak seriusnya Pemerintah Maluku Utara dalam menjadikan Sofifi sebagai “Rumah Kita”. Komitmen menjalankan seluruh aktifitas pemerintahan di Sofifi ternyata hanya isapan jempol dan omong kosong belaka. Karena buktinya selama ini masih sering dilaksanakannya kegiatan-kegiatan SKPD di Kota Ternate. Ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap rakyat Maluku Utara, terutama masyarakat yang ada di Sofifi.
2. Bahwa kisruh yang terjadi antara Gubernur dan Wakil Gubernur menurut pandangan kami merupakan akumulasi yang terjadi selama kurang lebih 10 bulan pemerintahan AGK-YA, yang dipicu oleh lemahnya komunikasi kepala BKD dengan Gubernur dan Wakil Gubernur. Semestinya saat proses pelantikan itu dilakukan ada komunikasi dan koordinasi yang intens. Sebab antara Gubernur dan Wakil Gubernur adalah satu paket, satu visi dalam menjalankan roda pemerintahan.
3. Bahwa jika memang pelantikan pejabat eselon II itu sudah sesuai mekanisme (Permenpan nomor 15 tahun 2019) tentang pengisian jabatan pimpinan tinggi secara terbuka dan kompetitif, maka kami meminta kepada BKD untuk membuka hasil atau nilai dari masing-masing peserta pada setiap tahapan hingga pengumuman hasil secara transparan ke publik, agar publik Maluku Utara yakin bahwa pelantikan yang dilakukan itu sudah sesuai prosedur, obyektif dan transparan.
4. Bahwa apabila keputusan nama-nama pejabat yang dilantik itu ternyata berdasarkan hak pereogratifnya Gubernur, maka kami menyayangkan keputusan yang diambil itu tidak melibatkan Wakil Gubernur sebagai satu kesatuan pemerintah. Meskipun masing-masing tugas dan wewenangnya telah diatur oleh UU. Sebab antara Gubernur dan Wakil Gubernur sejak awal mencalonkan diri hingga terpilih tentu memiliki komitmen untuk membangun daerah ini secara bersama-sama. Oleh karena itu bagi kami, sikap wakil gubernur terhadap protes pelantikan yang berujung kisruh itu adalah komitmen terhadap masyarakat Maluku Utara dalam rangka mengontrol kebijakan-kebijakan pemerintah.
5. Bahwa persoalan siapa titipan siapa dalam sebuah jabatan dibirokrasi bagi kami hal itu sudah menjadi hal yang biasa dan bukan lagi rahasia umum. Oleh sebab itu dari 12 nama yang dilantik dan ketika Wakil Gubernur mengusulkan salah satu diantara mereka adalah merupakan hal yang wajar dan tidak ada salahnya karena orang yang diusulkan itu memenuhi syarat dan masuk dalam tiga besar nama-nama yang lolos seleksi pansel.
6. Meminta dan mendesak kepada Gubernur agar mencopot kepala BKD Provinsi Maluku Utara, sebab BKD yang paling bertanggungjawab atas kisruh yang terjadi antara Gubernur dan Wakil Gubernur, termasuk memperpanjang proses birokrasi, mempersulit akses pengurusan administrasi kepegawaian sehingga menimbulkan berbagai persoalan. Kepala BKD mempertontonkan kebobrokan management kepegawaian secara berulang-ulang dengan melakukan penempatan pejabat yang tidak sesuai dengan pangkat/golongan. Padahal Presiden RI telah mengamanatkan kepada seluruh jajarannya mulai dari pusat hingga ke daerah untuk mempermudah, memperpendek atau mempersingkat urusan-urusan pelayanan birokrasi agar tercapainya program pemerintah.
7. Hal lain yang perlu diperhatikan juga bahwa tugas dan kewenangan seorang wakil gubernur sebagaimana diatur dalam UU nomor 9 Tahun 2015 yang merupakan perubahan kedua dari UU nomor 23 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pada pasal 66 ayat 3 dijelaskan antara lain : “Memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintah daerah yang dilaksanakan oleh perangkat daerah provinsi oleh Wakil Gubernur”. Hal inilah yang membuat realitas pelaksanaan pemerintahan yang ada tidak mengikuti prosedur regulasi yang ditetapkan.
Selain itu, Yusri bilang meskipun telah terjadi islah antara Gubernur dan Wakil Gubernur, sikap untuk mencopot kepala BKD adalah sebuah keharusan sebab dialah sumber penyebab dari konflik itu.
“Kami yakin kalau pencopotan tidak dilakukan maka akan ada masalah lagi dikemudian hari”tutupnya mengakhiri..#red